Berteman Pegadaian, Anak Kos Berusaha Merawarat Masa Depan

images

FOTO ISTIMEWA : Yani terlihat sedang mengakses aplikasi Pegadaian Digital melalui ponsel di kamar kos. Layanan ini memudahkan generasi muda untuk menabung emas secara praktis berinvestasi.

Nasional

Bintang

01 Sep 2025


SEMARANG (Jatengreport.com) - Kos kecil di ujung gang sempit Semarang itu hanya memiliki satu jendela.

Di dalamnya, Yani (23) sapaan akrabnya tinggal seorang diri. Kertas catatan kuliah berserakan di meja, sementara di pojok kamar, sebuah panci mie instan masih tergeletak.

Di balik kesederhanaan itu, ada satu benda yang selalu ia bawa ke mana-mana yaitu ponsel dengan aplikasi Pegadaian Digital.

Setiap kali jari Yani menekan tombol Top Up Tabungan Emas, ia seperti menulis bab baru dalam hidupnya yaitu bab yang dulu tak pernah ia bayangkan.

“Kalau dulu uang Rp10 ribu habis untuk jajan cilok, sekarang bisa jadi emas. Rasanya berbeda sekali,” ucapnya dengan tawa kecil, Senin (1/9).

Anak Kos dan Paradoks Finansial

Hidup sebagai perantau sering kali menghadapkan mahasiswa pada dilema diantara lain seperti kebutuhan primer, gaya hidup, dan mimpi masa depan.

Uang bulanan yang pas-pasan kerap habis di awal minggu karena nongkrong di kafe atau belanja online.

Yani pun pernah mengalaminya, ada masa ketika akhir bulan terasa seperti labirin tanpa pintu keluar.

“Saya pernah cuma punya Rp15 ribu di dompet, cukup buat nasi kucing dan mie instan sampai kiriman datang,” kenangnya.

Namun justru dari keterbatasan itu ia belajar arti konsistensi kecil.

Tabungan emas menjadi caranya melawan paradoks finansial anak kos yang hidup hari ini sambil tetap menyiapkan hari esok.

Pegadaian Jadi Tempat Belajar Atur Keuangan

Kebiasaan baru ini tak lepas dari kemudahan aplikasi Pegadaian Digital. Yani menyebut aplikasi itu seperti “teman kos” yang menemaninya belajar mengatur keuangan.

Sejalan dengan pengalaman Yani, Kepala Departemen Komunikasi Perusahaan PT Pegadaian, Riana Rifani, menegaskan bahwa digitalisasi layanan Pegadaian memang dirancang untuk memudahkan generasi muda seperti Yani.

" Bayar cicilan emas, angsuran gadai, top up saldo Tabungan Emas, hingga berinvestasi melalui produk Deposito Emas hingga semua dapat diakses kapan pun dan di bagian Indonesia manapun,” katanya, di Jakarta, Baru-baru ini.

Bagi Yani, fitur ini memberi rasa aman. “Kalau tiba-tiba laptop rusak atau ada kebutuhan mendadak, saya nggak panik lagi. Tabungan emas bisa digadai cepat,” ujarnya.

Angka yang Menggambarkan Generasi Baru

Fenomena Yani hanyalah potret kecil dari gelombang besar. Data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menunjukkan nilai transaksi emas digital pada Januari 2025 mencapai Rp5,29 triliun.

Angka ini naik 6,81% dari bulan sebelumnya. Volume transaksi pun meningkat dari 3,55 ton di Desember 2024 menjadi 3,67 ton di Januari 2025.

Angka itu bukan sekadar statistik, melainkan cermin kesadaran kolektif generasi muda yang mulai beralih dari konsumtif ke produktif.

Dari warung kopi hingga kamar kos, dari mahasiswa hingga pekerja lepas kini semakin banyak yang memilih mengamankan masa depan lewat emas digital.

Investasi sebagai Pendidikan Karakter

Bagi Yani, tabungan emas adalah guru keuangan yang sabar. Ia diajarkan untuk menunda kesenangan sesaat demi kepastian masa depan.

“Dulu kalau lihat diskon flash sale, saya kalap. Sekarang saya bandingkan: lebih baik uangnya masuk ke emas. Sedikit demi sedikit, tapi pasti bertambah,” ungkapnya.

Keputusan kecil ini melahirkan dampak besar. Yani kini berani membuat rencana lima tahun: menyelesaikan kuliah, bekerja, dan mengembangkan modal usaha kecil.

“Saya ingin buka toko buku online. Modalnya dari emas yang saya kumpulkan,” katanya dengan mata berbinar.

Anak Kos dan Revolusi Sunyi

Di balik gemerlap narasi startup miliaran rupiah, kisah Yani mungkin terdengar biasa.

Namun justru di situlah kekuatannya, ada revolusi sunyi yang berlangsung di kamar-kamar kos dan hadir sebagai revolusi kesadaran finansial anak muda.

Hal ini menegaskan bahwa perubahan gaya hidup tidak melulu lahir dari kampanye besar, tapi bisa dimulai dari satu anak kos yang berani berpikir berbeda. (***)

tag: berita



BERITA TERKAIT