Kontroversi Tuak dan Beer Masuk dalam Kategori Sertifikasi Halal

images

Nasional

Tim Jateng Report

03 Okt 2024


JAKARTA (Jatengreport.com) - Sebuah video viral baru-baru ini mengejutkan publik dengan menampilkan produk-produk pangan yang diberi nama ‘tuyul’, ‘tuak’, ‘beer’, dan ‘wine’, yang ternyata telah mendapatkan sertifikat halal. Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) langsung menegaskan bahwa nama-nama tersebut tidak sesuai dengan standar kehalalan yang mereka tetapkan.

MUI mengambil langkah cepat dengan melakukan konfirmasi dan penyelidikan terkait video tersebut. Mereka menemukan bahwa produk-produk ini memperoleh sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) melalui jalur *self declare*, tanpa melalui proses audit dari Lembaga Pemeriksa Halal dan tanpa rekomendasi dari Komisi Fatwa MUI. Ini membuat MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan tersebut.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan, “Penetapan halal ini jelas melanggar standar fatwa MUI. Karena itu, kami tidak bertanggung jawab atas produk-produk ini.” Pernyataan ini disampaikan setelah pertemuan di Kantor MUI yang melibatkan anggota Komisi Fatwa dan sejumlah pemerhati halal.

Lebih lanjut, Niam menegaskan pentingnya koordinasi dengan BPJPH agar kasus serupa tidak terulang, demi menjaga kepercayaan publik terhadap sertifikasi halal. Ia menekankan, “Jika masyarakat kehilangan kepercayaan, dampaknya bisa sangat buruk.”

Dalam pertemuan tersebut, MUI juga mengungkapkan bahwa meski ada bukti di website BPJPH, nama-nama produk tersebut kini tidak lagi muncul di aplikasi resmi. Ini menunjukkan adanya perubahan yang cepat dan mungkin membingungkan.

Niam menekankan bahwa sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003, penggunaan nama-nama yang berkonotasi negatif atau merujuk pada produk haram sangat dilarang. “Kami tidak bisa mengakui kehalalan produk yang namanya terkait dengan minuman beralkohol atau hal-hal yang mengarah pada kekufuran,” tegasnya.

Sementara itu, Miftahul Huda, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, menambahkan bahwa proses *self declare* memiliki potensi kerawanan. Ia meminta semua pihak yang terlibat untuk lebih berhati-hati dan teliti dalam penetapan kehalalan.

Menyusul kontroversi ini, BPJPH mengklarifikasi bahwa masalah yang dibahas lebih berkaitan dengan penamaan produk daripada kehalalannya. Mereka menegaskan bahwa produk yang bersertifikat halal telah melalui proses sertifikasi yang sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk menjaga integritas dalam sertifikasi halal dan memastikan produk yang dipasarkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat.

tag: berita



BERITA TERKAIT