Jaksa Hadirkan 6 Orang Saksi Sidang Kasus Korupsi Ekspor CPO
Hukum
Tim Jateng Report
18 Nov 2022
JAKARTA (Jatengreport.com) – Sidang perkara dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 hingga Maret 2022 dengan terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, Pierre Togar Sitanggang, Dr Master Parulian Tumanggor, Stanley MA dan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei kembali dilanjutkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/11).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana mengatakan sidang yang dihadiri penuntut umum dari Kejaksaan Agung mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi. Tiga saksi yang dihadirkan ke persidangan, yakni Jeffry Riadi, Fricia Vony, Michael, Tukiyo, Kenedi dan Andry Tanudjadja.
Di hadapan sidang majelis hakim, saksi Jeffry Riadi mengatakan kekurangan minyak goreng dari Permata Hijau Group (PHG) diganti dengan uang terhadap minyak yang telah disalurkan oleh perusahaan PT Bina Karya Prima.
“Penggantian uang ini tidak sesuai dengan kontrak antara Permata Hijau Group (PHG) dengan perusahaan PT Bina Karya Prima,” kata saksi Jeffry Riadi.
Jeffry menerangkan perusahaan PT Bina Karya Prima yang mendistribusikan minyak goreng merupakan perusahaan milik PT Bina Karya Prima sendiri berjenis premium, namun diganti dengan curah oleh Permata Hijau Group (PHG) dan PT Bina Karya Prima tidak mengeluarkan minyak karena harganya di bawah pasar.
Saksi Fricia Vony mengatakan Permata Hijau Group (PHG) seharusnya mendistribusikan minyak goreng ke PT Bina Karya Prima sebanyak 12.000.000 kg, tetapi hanya sebanyak 9.257.223 kg sedangkan sisanya sebanyak 2.742.777 kg dibatalkan dan uang pembayaran sudah dikembalikan kepada PT Bina Karya Prima sebesar uang muka (dp).
“Untuk pemenuhan DMO yang kemudian dijadikan syarat permohonan Persetujuan Ekspor (PE), sebenarnya milik PT Bina Karya Prima sendiri tetapi setelah itu diganti.
Adapun perusahaan PT Bina Karya Prima juga merupakan produsen yang melakukan ekspor untuk Persetujuan Ekspor (PE), namun Permata Hijau Group (PHG) tetap bekerja sama dengan perusahaan PT Bina Karya Prima untuk memperoleh realisasi distribusi karena ada arahan,” ujarnya.
Pernyatakan senada juga disampaikan saksi Michael. “Permata Hijau Group (PHG) seharusnya mendistribusikan minyak goreng ke PT Bina Karya Prima sebanyak 12.000.000 kg, tetapi hanya sebanyak 9.257.223 kg. S edangkan sisanya sebanyak 2.742.777 kg dibatalkan dan uang pembayaran sudah dikembalikan kepada PT Bina Karya Prima sebesar uang muka (dp),” paparnya.
Sedangkan saksi Tukino menerangkan kekurangan minyak goreng dari Permata Hijau Group (PHG) diganti dengan uang terhadap minyak yang telah disalurkan oleh perusahaan PT Bina Karya Prima. Penggantian ini tidak sesuai dengan kontrak antara Permata Hijau Group (PHG) dengan perusahaan PT Bina Karya Prima.
Sementara itu, saksi Kenedy menerangkan selaku distributor minyak membenarkan terdapat kerja sama dengan Permata Hijau Group (PHG). Namun akibat pembatalan kontrak, sehingga tidak ada realisasi minyak goreng kepada saksi sebesar 50 ton.
Saksi Tanudjadja menegaskan tidak terdapat realisasi dari Permata Hijau Group (PHG) dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Sidang perkara ini kembali akan dilanjutkan pada Senin (28/11) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya.(red)
tag: kapuspenkum, korupsi CPO, JPU, permata hijau grup