Mengatasi Jebakan Pendapatan Menengah, Solusi Produktivitas dan Peningkatan SDM Indonesia
Nasional
Tim Jateng Report
26 Nov 2024
JAKARTA (Jatengreport.com) - Selama dua dekade terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh stabil di kisaran 5 persen per tahun. Meskipun terlihat stabil, angka ini belum cukup untuk membawa Indonesia keluar dari stagnasi ekonomi yang dikenal sebagai middle income trap atau jebakan pendapatan menengah.
Rachmat Pambudy, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas, baru-baru ini mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama dari jebakan ini adalah rendahnya produktivitas tenaga kerja.
Banyak pekerja Indonesia, terutama di sektor informal dan pertanian, masih terjebak dalam pekerjaan dengan upah rendah dan produktivitas yang minim.
Sektor pertanian menyerap hampir 30 persen tenaga kerja Indonesia, namun hanya berkontribusi 12,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Di sisi lain, sektor industri yang seharusnya menjadi penggerak utama ekonomi, hanya menyerap sekitar 14 persen tenaga kerja dan mengalami penurunan kontribusi terhadap PDB hingga 19,7 persen pada tahun 2020.
Perubahan struktural untuk memindahkan tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor yang lebih produktif menjadi agenda yang mendesak. Namun, masalah ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan perubahan sektor.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) juga harus ditingkatkan secara signifikan. Indeks Modal Manusia Indonesia saat ini hanya mencapai 0,54, jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura yang mencapai 0,88.
Ini berarti, seorang anak yang lahir di Indonesia hanya memiliki peluang 54 persen untuk mencapai potensi penuh mereka, dibandingkan dengan anak yang lahir di negara dengan pendidikan dan layanan kesehatan terbaik.
Data lain yang mendukung pernyataan ini terlihat dalam hasil tes PISA yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, matematika, dan sains masih di bawah rata-rata global.
Menurut tim peneliti dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, seperti Petrus Sepraldi Siregar, Widya Jamilah Mersi, dan Shela Hajjaria Putri, Indonesia masih terjebak dalam middle income trap sejak 1985.
Mereka mengidentifikasi bahwa pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang belum optimal menjadi salah satu penyebab utama.
Achmad Nur Hidayat, pengamat ekonomi dari UPN Veteran Jakarta, menambahkan bahwa kontribusi sektor informal terhadap perekonomian Indonesia sering kali tidak tercermin dalam data resmi.
Banyak sektor informal seperti perdagangan kecil, pekerjaan rumahan, dan jasa informal lainnya yang sangat berpengaruh namun tidak dihitung dalam PDB. Hal ini membuat data produktivitas sering kali meremehkan sektor informal, yang pada akhirnya mempengaruhi kebijakan ekonomi.
“Fokus kebijakan pemerintah seperti pelatihan kerja, akses teknologi, dan dukungan finansial sering kali tidak menjangkau mayoritas tenaga kerja di sektor informal,” ujar Achmad.
YB. Suhartoko, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, menegaskan bahwa peningkatan produktivitas nasional sangat bergantung pada kualitas *human capital.
“Human capital sangat dinamis dan dapat terus ditingkatkan, sedangkan faktor produksi lainnya memiliki perubahan yang lebih kecil,” ujarnya.
Namun, peningkatan kualitas SDM ini memerlukan perencanaan jangka panjang yang melibatkan pendidikan formal dan non-formal, seperti pelatihan kerja, magang, serta pengiriman tenaga kerja terampil ke luar negeri.
Hal ini diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja yang lebih siap menghadapi tuntutan pasar global dan memacu produktivitas secara keseluruhan.
Dengan peningkatan produktivitas yang berfokus pada sektor informal dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, Indonesia dapat mengatasi jebakan pendapatan menengah dan melangkah menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
tag: berita