Jaksa Agung RI Setujui Hentikan Tuntutan dalam 7 Kasus dengan Pendekatan Keadilan Restoratif
JAKARTA (Jatengreport.com) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Republik Indonesia, telah menyetujui 7 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Keputusan ini mengikuti proses evaluasi yang matang dan pertimbangan hukum yang mendalam. Hal ini disampaikan melalui keterangan tertulis oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum, Ketut Sumedana, Selasa (17/10).
Berikut adalah daftar tersangka dan kejahatan yang terkait.
- Tersangka M. Yusron alias Yusron bin Kuswari (Kejaksaan Negeri Pekanbaru): Dituduh melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Abdulah alias Pak Dul bin Umar (Kejaksaan Negeri Gayo Lues): Dituduh melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Bakri bin (Alm) Basyah (Kejaksaan Negeri Aceh Besar): Dituduh melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Salmianti bin M. Yusuf (Kejaksaan Negeri Aceh Barat): Dituduh melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
- Tersangka Arfan Hidayat Tjan Samey (Kejaksaan Negeri Fakfak): Dituduh melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Arni, S.H., alias Arni anak dari Yonathan (Kejaksaan Negeri Parepare): Dituduh melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
- Tersangka I Ssapaweli alias Dewi binti Kamaruddin (Kejaksaan Negeri Parepare): Dituduh melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Penghentian penuntutan ini didasarkan pada beberapa alasan, antara lain:
- Proses Perdamaian: Tersangka telah meminta maaf dan korban telah memberikan permohonan maaf.
- Tidak Ada Riwayat Pidana: Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.
- Pelaku Pertama Kali: Tersangka melakukan perbuatan pidana untuk pertama kalinya.
- Ancaman Hukuman Ringan: Ancaman hukuman denda atau penjara tidak melebihi 5 tahun.
- Janji Tidak Mengulangi Perbuatan: Tersangka berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya.
- Proses Perdamaian Sukarela: Proses perdamaian berlangsung secara sukarela, melalui musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan atau paksaan.
- Kesepakatan Tersangka dan Korban: Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena dianggap tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
- Pertimbangan Sosiologis: Aspek-aspek sosial dalam kasus ini dipertimbangkan secara mendalam.
- Respon Positif Masyarakat: Masyarakat merespons positif terhadap penghentian penuntutan ini.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022. Hal ini bertujuan untuk mengamankan kepastian hukum dan menjalankan prinsip keadilan restoratif dengan cermat.
tag: kejaksaan agung