Tingkatkan Lumbung Pangan di Jateng, Penataan Ruang dan Konservasi Lahan Subur Harus di Genjot
SEMARANG (Jatengreport.com) - Pangan menjadi komoditas unggulan Jawa Tengah bahkan sejak lama Jawa Tengah disebut sebagai lumbung padi nasional karena produksi padi dan beras yang melimpah.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengungkap beberapa langkah yang digenjot untuk meningkatkan produktivitas padi dan beras atau pangan dalam arti luas.
Menurut Ganjar, predikat lumbung padi sudah lama melekat pada Jawa Tengah. Hal itu tentu tidak lepas dari produktivitas padi.
Beberapa waktu lalu Ganjar sempat mengatakan produktivitas padi di Jawa Tengah mencapai 9,7 ton dan beras 5,6 ton hingga 5,8 ton per hektare.
Produktivitas itu musti ditingkatkan lagi agar produksi padi dan beras Jawa Tengah dapat juga memenuhi kebutuhan nasional. Untuk meningkatkan produksi itu, maka Ganjar akan menggenjot penataan ruang dan konservasi lahan subur.
"Sebenarnya dari dulu kita memang sudah bisa disebut sebagai lumbung hanya sekarang tata ruang kan makin bersaing dengan kebutuhan industri, perumahan, dan sebagainya. Maka lahan subur itu musti betul-betul dikonservasi. Kedua, intensifikasinya juga musti kita dorong agar kalau rata-rata kita 5,6 hingga 5,8 ton per hektare padi maka musti naik lagi sehingga lumbung pangannya bisa kita dorong," kata Ganjar, Sabtu (14/1/2023).
Lumbung pangan yang dimaksud Ganjar tentu saja bukan hanya terkait padi atau beras melainkan komoditas pangan lain yang potensial. Diversifikasi pangan harus dilakukan dengan menggenjot produksi komoditas seperti jagung, singkong, sukun, bahkan porang.
"Pangannya tidak boleh diterjemahkan hanya padi, kita punya jagung, singkong, sukun yang banyak bisa kita produksi. Termasuk porang yang sangat laku sehingga diversifikasi pangannya berlaku," ujar Ganjar.
Untuk meningkatkan lumbung pangan dengan diversifikasi yang ada, lanjut Ganjar, maka memerlukan pengembangan sistem dan kontrol yang baik sehingga data menjadi valid. Menurutnya, data yang valid itu akan menjadi acuan agar geger mengenai impor beras seperti beberapa waktu lalu tidak terjadi.
"Memang sistem ini musti di-develope, dikontrol dengan baik dan datanya menjadi valid. Sebab kalau tidak ya seperti kemarin. Sebenarnya saat ini kita perlu impor beras apa nggak, berdebat panjang sekali, berasnya sudah datang. Terus kemudian para petani yang lain berteriak, kami jangan mendapatkan grojogan beras impor. Nah, data kita sebenarnya berapa," katanya.
Terkait data itu, Ganjar memaparkan bahwa dari sisi produktivitas sudah bisa menutup kebutuhan di Jawa Tengah. Bahkan ada sisa sehingga dapat dibagikan atau dikirim ke tempat lain. Misalnya ke Jakarta, Kalimantan Tengah, dan sebagainya.
"Maka kenapa kita butuh data pertanian kita. Mudah-mudahan sensus pertaniannya nanti bisa jadi basic data untuk memperbaiki semua karena problem turunannya masih banyak. Kalau kita mau bicara kebutuhan yang bisa tercukupi seperti itu, ini data tidak bole meleset. Terus update, terus kemudian kita bisa mendata secara rigid, kemudian kita bisa mengetahui turunannya," katanya.
Problem turunan itu, menurut Ganjar dapat dilihat dari pupuk yang kurang. Subsidi tidak bisa mencukupi semua kebutuhan petani sedangkan transformasi ke organik belum tuntas. Situasi itu berdampak kepada para petani secara langsung.
"Di tengah situasi seperti itu petani kasihan. Maka kalau kemudian subsidinya kira-kira pemerintah pusat sudah makin berkurang, cabut saja subsidinya. Digantikan subsidi kepada petani melalui pembelian. Apakah Bulog, apakah Bulog daerah, atau siapapun untuk menjadi off taker sehingga bebaskan saja pupuknya atau anda subsidi secara penuh. Kalau secara penuh maka namanya subsidi itu musti ada target yang jelas. Maka data pertanian juga musti jelas," ungkapnya.
tag: Tingkatkan Lumbung Pangan di Jateng