FH UNDIP Gandeng Kemenag RI, Wujudkan Kampus Toleran Melalui Pusat Kajian Moderasi
SEMARANG (Jatengreport.com) – Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH UNDIP) meresmikan Pusat Kajian Griya Moderasi Beragama dan Bela Negara, bekerja sama dengan Kementerian Agama Republik Indonesia.
Peresmian pusat kajian ini, yang diketuai oleh Muhyidin, S.Ag., M.Ag., M.H., berlangsung di Gedung Dekanat FH UNDIP dengan dihadiri para akademisi, tokoh agama, dan pengamat politik keagamaan, Rabu (18/12).
Dalam sambutannya, Dekan FH UNDIP, Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum., menekankan pentingnya moderasi beragama untuk mencegah radikalisme yang masih menjadi ancaman di masyarakat.
"Radikalisme beragama masih sangat bergejolak di lingkungan kita. Dengan adanya pusat kajian ini, diharapkan kehidupan beragama, terutama di lingkungan Fakultas Hukum UNDIP, dapat berkembang secara terarah sesuai fitrahnya," ujar Retno.
Setelah peresmian, acara dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) yang dipimpin oleh Ketua Pusat Kajian, Muhyidin.
Diskusi ini menghadirkan dua narasumber utama yaitu Instruktur Nasional Moderasi Beragama Kemenag RI, Prof. Dr. Syamsul Ma’arif, M.Ag., dan Pengamat Politik Keagamaan sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Kebangsaan, Dr. Muhammad Adnan, M.A.
Muhyidin dalam paparannya menyoroti perlunya pembaruan kurikulum di era disrupsi yang berkembang pesat.
"Resonansi kurikulum sangat penting dilakukan, terutama dalam menghadapi perubahan cepat yang memengaruhi pola pikir dan perilaku generasi muda," tegasnya.
Senada dengan itu, Prof. Syamsul Ma’arif menyoroti dampak intoleransi yang memunculkan paham-paham radikal, baik di masyarakat maupun di lingkungan pendidikan.
"Langkah antisipatif dan adaptif sudah dilakukan UNDIP. Namun, tantangan seperti justifikasi ajaran agama secara sepihak dan intoleransi masih menjadi ancaman nyata. Oleh karena itu, kolaborasi dan kesadaran bersama menjadi kunci utama dalam mencegah radikalisme," jelas Syamsul.
Ia juga menekankan pentingnya pendidikan agama yang moderat untuk mendukung anak-anak memahami nilai-nilai universal agama mereka tanpa menutup diri dari keberagaman.
"Membangun anak untuk berani terbuka terhadap perbedaan menjadi salah satu cara untuk memoderasi ajaran agama agar tetap relevan di tengah keberagaman," tambahnya.
Sementara itu, Dr. Muhammad Adnan mengingatkan bahwa lonjakan jumlah mahasiswa baru setiap tahun di UNDIP bisa menjadi awal munculnya berbagai problematika, termasuk dalam hal etika dan perilaku.
"Saya punya slogan: IPK adalah Etika. Jangan hanya fokus pada pencapaian nilai akademik yang tinggi, tetapi abaikan pembentukan karakter dan etika. Moderasi beragama juga harus menjadi bagian dari proses pendidikan ini," tegas Adnan.
Peresmian dan diskusi ini menjadi langkah awal penting dalam menguatkan peran pendidikan tinggi sebagai motor penggerak moderasi beragama di Indonesia.
Pusat Kajian ini diharapkan menjadi ruang strategis untuk membangun kesadaran kolektif demi menciptakan lingkungan yang inklusif, toleran, dan bebas dari radikalisme.
tag: berita