Benny Tjokrosaputro Divonis Nihil, Kejagung Langsung Banding

images

Hukum

Bintang

14 Jan 2023


JAKARTA (Jatengreport.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap terdakwa Benny Tjokrosaputro selaku Komisaris PT Hanson Internasional Tbk dan Adam Damiri, Sony Widjaya.

Kendati hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada keputusannya menyatakan para terdakwa bersalah sesuai dakwaan kesatu primair dan terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 22,7 triliun, namun Benny Tjokrosaputro dijatuhi pidana nihil atau putusan tanpa ada hukuman penjara, sehingga menimbulkan polemik dan kontroversi. Menanggapi putusan kontraversi itu pun, Jaksa Penuntut Umum langsung menyatakan banding.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana pada siaran persnya, di Jakarta, Sabtu (14/1/2023) menyebutkan sedikitnya tiga poin yang menjadi alasan bagi JPU untuk melakukan upaya hukum banding.

Tiga alasan dasar yang menjadikan keberatan JPU, yakni pertama, putusan tersebut sangat mengusik dan mencederai rasa keadilan, karena Benny Tjokrosaputro telah melakukan pengulangan tindak pidana (dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya), sehingga seharusnya setelah diputus dengan hukuman seumur hidup, di mana ada penambahan hukuman dengan hukuman mati, sesuai dengan doktrin hukum pidana.

Kedua, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keliru dalam menerapkan hukum, karena Benny Tjokrosaputro terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum, yakni primair pasal 2 dengan ancaman minimal 4 tahun penjara, sehingga penerapan hukuman nihil bertentangan dengan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (UPTK).

Ketiga, lanjut Ketut, proses hukum atas nama terpidana Benny Tjokrosaputro dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Namun yang bersangkutan masih memiliki upaya hukum luar biasa dan mengajukan hak-haknya untuk mendapatkan seperti grasi, remisi, amnesti, sehingga apabila dikabulkan, maka akan membahayakan bagi penegakan hukum, dan seharusnya ada persyaratan khusus dalam putusan a quo.

Di sisi lain, menurut Ketut, putusan nihil juga mendapat sorotan tajam dari sejumlah media massa, kalangana akademi dan praktisi. Mereka berpendapat putusan nihil terhadap Benny Tjokrosaputri ini perlu diuji di pengadilan di atas, yakni pengadilan tingkat banding.

Ingkari Nurani Keadilan

Kapuspenkum Kejagung menilai putusan tersebut jauh dari rasa keadilan dan menyebabkan ketidakpastian hukum. Pasalnya, putusan itu telah merugikan Rp 40 triliun keuangan negara apabila  diakumulasi dengan dua perkara yang dilakukan Benny Tjokrosaputro.“Secara absolut putusan nihil terhadap terdakwa Benny Tjokrosaputro telah mengingkari nurani keadilan itu sendiri. Tidak saja merugikan kerugian negara, tetapi merugikan masyarakat luas, terutama pensiunan TNI dan Kepolisian Negara RI yang selama ini menjaga keamanan negara,” paparnya.

Ketut menyebut ada kesalahan yang sangat fatal dalam penerapan pasal 67 KUHP. Di samping bertentangan dengan asas hukum, yaitu lex specialis derogat lex specialis yang berlaku dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi pada perkara a quo, juga tidak secara tegas pasal tersebut diterapkan bagi tindak pidana yang dilakukan secara akumulasi dalam perkara terpisah.

Selain itu, lanjut Ketut, putusan tersebut akan menambah ketidakpastian hukum, karena hak terpidana dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya dalam mengajukan upaya hukum luar biasa (PK) dan hak dalam mengajukan hak-haknya seperti remisi, grasi dan amnesti, justru akan melemahkan putusan yang pertama dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya.

“Seharusnya putusan tersebut dibarengi dengan putusan bersyarat sebagaimana lazimnya dalam penegakan hukum,” ujarnya.

Ketut berpendapat penerapan pasal 67 KUHP sebagaimana dalam putusan a quo, akan menyulitkan bagi Jaksa dalam mengeksekusi harta benda terdakwa dalam perkara PT Asabri  (Persero). Padahal Benny Tjokrosaputro juga dijatuhi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sementara harta yang telah disita dengan akumulasi kerugian Rp 40 triliun masih jauh dari kata penyelamatan.

“Keputusan nihi ini sama sekali tidak adil dan menciderai penegakan hukum,” tandas Ketut.

Dia mengatakan enuntut umum dalam mengajukan upaya hukum ini sangat rasional dan yuridis, mengingat tindak pidana korupsi adalah extraordinary crime. Untuk itu, perlu upaya luar biasa dalam penyelesaiannya, seperti yang selama ini dilakukan Kejaksaan Agung dalam menerapkan unsur perekonomian negara, di samping TPPU sebagai solusi untuk memiskinkan koruptor dan keluarganya.

Kapuspenkum berharap ke depannya, putusan-putusan pengadilan dapat sesuai koridor hukum, sehingga bisa menjadi yurisprudensi atau sumber hukum utama dalam penegakan hukum nasional.

tag: kejagung RI , Benny Tjokrosaputro Divonis Nihil



BERITA TERKAIT