Perkuat Citra Kantor Hukum, Mahasiswa FH UNNES Dibekali Ilmu Media Strategis
SEMARANG (Jatengreport.com) – Sebanyak 40 mahasiswa magang asal Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (FH UNNES) di Josant and Friend’s Law Firm (Jafli), diberikan materi akademik dengan bahasan “Advokat dan Media: Mitra Strategis dalam Mewujudkan Eksistensi dan Popularitas Sebuah Kantor Hukum”.
Agenda itu diadakan bekerjasama dengan Media Awall.ID Group dan kantor hukum Okky And Co, pada Jumat (10/5/2025) kemarin.
Pengajar yang dihadirkan dari lintas profesi, dari dunia media dan hukum. Mereka adalah Henri P (Ketua Umum Forum Wartawan Kejaksaan Provinsi Jawa Tengah), Royce Wijaya Setya Putra (Wartawan RRI Semarang), Sumanto S. Tirtowijoyo (Ketua Umum Badan Negosiator Hukum), dan Bonar Novi Priatmoko (mantan anggota DPRD Kota Salatiga).
Dalam pemaparannya, Henri P, menyampaikan bahwa media merupakan instrumen strategis dalam membangun eksistensi sebuah kantor hukum. Menurutnya, hubungan antara advokat dan media tidak bisa dipisahkan di era informasi saat ini.
“Media bukan sekadar peliput, tetapi mitra strategis. Kantor hukum perlu mengelola komunikasi dan narasi hukum secara baik agar mendapat kepercayaan publik. Tidak cukup sekadar pintar dalam beracara, seorang advokat juga harus bisa membangun reputasi di ruang publik,”kata Henri.
Dikatakannya, bahwa eksistensi kantor hukum di era digital tidak cukup hanya mengandalkan prestasi di ruang sidang.
“Sekarang adalah era narasi. Kantor hukum harus bisa membangun citra dan reputasi secara konsisten. Media sosial, berita daring, bahkan opini publik adalah medan tempur baru. Namun, semua itu harus dibangun di atas nilai profesionalisme dan integritas,” sebutnya.
Senada dengan itu, Royce Wijaya Setya Putra, dalam materi bahasan "Belajar Rilis Media", menekankan pentingnya literasi media dan komunikasi publik bagi para advokat muda. Sama halnya dengan mahasiswa hukum
“Media massa saat ini menjadi ruang persepsi publik. Jika kantor hukum tidak aktif membangun komunikasi, publik bisa salah menilai. Tapi tentu komunikasi itu harus dilakukan secara jujur, beretika, dan profesional,” sebut Royce.
Ia menambahkan bahwa hubungan antara advokat dan jurnalis idealnya dibangun dengan asas saling menghargai.
“Kami tidak mencari sensasi, kami mencari substansi. Advokat yang paham cara berkomunikasi akan mampu menjadikan media sebagai alat edukasi, bukan hanya promosi,” sebutnya.
Sementara itu, Sumanto S. Tirtowijoyo, menekankan pentingnya pemahaman teknik duplik dalam perkara pidana dan negosiasi hukum sebagai kemampuan dasar bagi calon advokat yang andal.
“Duplik pidana bukan sekadar membantah replik jaksa, tapi seni merumuskan strategi pembelaan terakhir secara cermat, tepat, dan meyakinkan. Ini bukan ruang mengulang argumentasi, tapi ruang untuk mengunci keyakinan hakim,” jelas Sumanto kepada para peserta.
Ia juga menyoroti bahwa kemampuan negosiasi hukum adalah keterampilan wajib di luar ruang sidang. Menurutnya, negosiasi yang berhasil adalah perpaduan antara keahlian hukum, kecerdasan emosional, dan komunikasi persuasif.
“Tidak semua masalah harus dibawa ke meja hijau. Banyak sengketa selesai di meja negosiasi. Mahasiswa hukum harus belajar bagaimana menyusun posisi tawar, membaca lawan bicara, dan tetap menjaga kepentingan klien dengan elegan,” tambahnya.
Sementara itu, Bonar Novi Priatmoko, membawakan materi seputar mediasi hukum sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang semakin relevan di tengah beban perkara pengadilan yang tinggi.
“Mediasi bukan jalan pintas, tapi jalan damai yang elegan. Mahasiswa hukum harus dibekali bukan hanya dengan teori, tapi juga keterampilan membangun dialog antara dua pihak yang bersengketa,” ujar Bonar.
Ia menyampaikan bahwa keberhasilan seorang mediator tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan hukum, tetapi juga oleh kepekaan sosial dan ketenangan dalam menangani emosi para pihak.
“Jangan pikir semua bisa diselesaikan dengan pasal. Seringkali, keadilan lahir dari rasa dihargai dan didengarkan. Di situlah peran penting mediator,” ungkapnya.
tag: berita