Sengketa Batas Wilayah Sleman-Magelang Kian Memanas, Komisi A DPRD Jateng Lakukan Peninjauan Langsung
JATENG (Jatengreport.com) – Perbedaan garis batas wilayah antara Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, kembali menjadi sorotan.
Konflik yang berkepanjangan ini diduga dipicu oleh perbedaan data antara peta yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan pilar batas eksisting di lapangan. Dampaknya, sengketa antarwarga di wilayah perbatasan semakin meningkat.
Menanggapi hal ini, Komisi A DPRD Jawa Tengah, yang dipimpin oleh Ketua Imam Teguh Purnomo, turun langsung ke lapangan untuk meninjau kondisi pilar batas di kawasan Jembatan Krasak Jlapan, baru-baru ini.
Dalam kunjungan tersebut, para legislator turut didampingi oleh tim dari Biro Pemotdaker Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jawa Tengah guna menganalisis lebih lanjut dinamika perbatasan yang terjadi.
Salah satu permasalahan utama dalam sengketa batas wilayah ini adalah dampak abrasi Sungai Krasak yang telah mengubah struktur geografis kawasan perbatasan. Kuncaraningrum, perwakilan dari Analisis Toponimi Daerah Biro Pemotdaker Setda Provinsi Jawa Tengah, menjelaskan bahwa pergeseran tanah akibat abrasi telah menyebabkan ketidakseimbangan kepemilikan lahan di kedua wilayah.
"Akibat abrasi, tanah bengkok yang sebelumnya milik Kabupaten Sleman berkurang, sementara di sisi lain, tanah timbul baru justru muncul di wilayah Kabupaten Magelang. Ironisnya, tanah baru ini kemudian di-SHM-kan oleh warga Magelang, sehingga memicu sengketa kepemilikan," jelasnya.
Konflik ini tidak hanya melibatkan masyarakat setempat, tetapi juga pemerintahan desa yang masing-masing mengklaim hak atas lahan yang terdampak perubahan geografis. Beberapa desa di Sleman merasa dirugikan karena kehilangan aset, sementara desa di Magelang menganggap tanah timbul sebagai bagian dari wilayah mereka yang sah.
Selain persoalan batas wilayah dan kepemilikan lahan, daerah ini juga memiliki sumber daya alam yang berpotensi meningkatkan ketegangan. Kawasan perbatasan Sleman-Magelang diketahui memiliki potensi pertambangan galian C yang bernilai ekonomi tinggi. Kondisi ini menambah urgensi dalam penegasan batas wilayah guna mengatur perizinan eksploitasi sumber daya secara legal dan adil.
Dalam beberapa kesempatan, tiga desa yang berbatasan di wilayah tersebut telah mengajukan usulan pelarangan aktivitas tambang guna menjaga keseimbangan ekosistem dan menghindari konflik lebih lanjut. Namun, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih melakukan kajian mendalam untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan izin tambang yang mungkin telah dikeluarkan sebelumnya.
"Kami harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tetap berada dalam koridor hukum. Oleh karena itu, evaluasi mendalam terkait perizinan tambang harus dilakukan sebelum ada keputusan final," ujar Imam Teguh Purnomo.
Persoalan batas wilayah ini semakin diperumit dengan adanya proyek pembangunan Jalan Tol Bawen-Jogja, yang direncanakan melintasi kawasan tersebut. Keberadaan proyek infrastruktur berskala besar ini menambah nilai strategis lahan di sekitar perbatasan, sehingga memperkuat kepentingan berbagai pihak dalam mempertahankan klaim wilayah.
Beberapa kelompok masyarakat di kedua wilayah khawatir bahwa batas wilayah yang tidak jelas akan berdampak pada pembagian keuntungan dari proyek jalan tol, termasuk dalam hal kompensasi pembebasan lahan. Tanpa kejelasan batas administratif yang disepakati bersama, ada potensi timbulnya ketidakadilan dalam penentuan ganti rugi dan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Menyikapi kondisi ini, Komisi A DPRD Jawa Tengah menegaskan bahwa pemerintah daerah harus segera mencari solusi konkret yang mengakomodasi kepentingan semua pihak. Imam Teguh Purnomo menekankan pentingnya koordinasi lebih lanjut antara Pemprov Jawa Tengah, Pemprov DIY, serta pemerintah pusat untuk mencapai kesepakatan batas wilayah yang jelas dan mengikat secara hukum.
"Kami berharap ada penyelesaian berbasis hukum yang adil dan tidak merugikan masyarakat. Semua pihak harus duduk bersama untuk merumuskan solusi terbaik agar sengketa ini tidak terus berlarut-larut," tegasnya.
Selain itu, pemerintah juga didorong untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan persuasif kepada masyarakat yang terdampak. Transparansi dalam pengambilan keputusan menjadi kunci utama untuk mencegah gesekan sosial yang lebih luas.
Sengketa batas wilayah antara Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang menjadi isu yang semakin kompleks seiring dengan berbagai faktor yang melatarbelakanginya, mulai dari abrasi sungai, kepemilikan tanah, perizinan tambang, hingga proyek infrastruktur nasional.
Keputusan yang akan diambil pemerintah harus mempertimbangkan berbagai aspek, tidak hanya dari sisi administratif, tetapi juga dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Langkah strategis yang melibatkan seluruh pihak terkait sangat diperlukan agar konflik ini dapat diselesaikan dengan damai dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak. (Adv)
tag: berita