Masyarakat Tidak Miskin, Tapi Masih Kekurangan Gizi
JAKARTA (Jatengreport.com) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, mengungkapkan fakta mengejutkan dalam peluncuran Tabel Morbiditas Penduduk Indonesia di Jakarta pada Senin (11/11).
Di hadapan para peserta, Rachmat menyoroti kontradiksi mencolok antara angka kemiskinan dan kecukupan gizi (AKG) di Indonesia. Meski banyak orang yang tidak lagi tergolong miskin, lebih dari 180 juta jiwa masih mengalami kekurangan gizi, sebuah fenomena yang memunculkan tanda tanya besar.
"Jika masyarakat kita tidak miskin, seharusnya mereka tidak kekurangan gizi. Namun, kenyataannya lebih dari setengah penduduk kita masih berada di kategori kurang gizi," ungkap Rachmat.
Pernyataan ini menggugah banyak pihak untuk meragukan validitas data kemiskinan dan kesehatan yang ada. Menurutnya, kondisi ini memerlukan pemeriksaan ulang terhadap data dan kebijakan yang ada.
Bagong Suyanto, pengamat sosiologi dari Universitas Airlangga Surabaya, menekankan pentingnya ketepatan data dalam merumuskan kebijakan.
"Pemerintah perlu menginvestigasi mengapa data kemiskinan dan AKG tidak sinkron. Jika salah satu data tidak valid, kebijakan yang diambil akan salah arah," katanya.
Ia menambahkan, ketidaksesuaian ini bisa mengarah pada pemborosan anggaran, apalagi dengan anggaran negara yang semakin terbatas.
Hafidz Arfandi, peneliti dari Sustainability Learning Center (SLC), menambahkan bahwa meskipun garis kemiskinan sudah ditentukan, seperti dengan acuan 2100 kalori per kapita per hari, hal itu masih menimbulkan perdebatan. Perhitungan kalori tidak sepenuhnya menggambarkan kualitas gizi, yang sebenarnya jauh lebih kompleks.
Senada dengan itu, Awan Santosa dari Mubyarto Institute berpendapat bahwa penurunan garis kemiskinan yang terlalu rendah bisa jadi penyebab utama ketidakcocokan antara kemiskinan dan AKG.
"Jika menggunakan standar Bank Dunia, hasilnya mungkin akan lebih relevan dengan kondisi gizi masyarakat kita," ujarnya.
Sementara itu, Nailul Huda dari Celios menilai bahwa perhatian Menteri Bappenas terhadap masalah ini menunjukkan adanya kesadaran penting tentang kemiskinan struktural yang berkembang.
"Masalah kemiskinan bukan hanya soal pendapatan, tetapi juga harus dilihat dari sisi kesehatan dan gizi," jelasnya. Ia berharap kesadaran ini bisa diubah menjadi kebijakan nyata yang memperbaiki kondisi gizi masyarakat.
Di sisi lain, Lalu Ahmad Laduni, Deputi Pemantauan IHCS, menyoroti masalah akses pangan sehat, khususnya di kota-kota besar.
"Harga pangan bergizi tinggi, seperti sayur, buah, dan protein, cenderung mahal. Masyarakat, meskipun tidak miskin, tetap kesulitan memenuhi kebutuhan gizi karena tekanan ekonomi," jelas Laduni.
Menurutnya, kebijakan yang mampu menstabilkan harga pangan sehat atau memberikan subsidi untuk produk bergizi sangat diperlukan agar dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya yang berada di perkotaan.
Laduni juga mengingatkan bahwa ketimpangan distribusi pangan antara wilayah juga menjadi masalah besar. Wilayah yang terpencil atau dengan infrastruktur terbatas kesulitan mendapatkan akses pangan bergizi, meskipun penduduknya tidak miskin.
"Pangan bergizi hanya menjadi pameran di toko, tetapi pilihan utama masyarakat adalah pangan murah dan instan, yang cenderung miskin gizi," tambahnya.
Secara keseluruhan, masalah ini menegaskan bahwa pembangunan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih holistik.
Pemerintah harus memastikan bahwa garis kemiskinan tidak hanya dilihat dari sisi pendapatan, tetapi juga dari kualitas hidup, yang meliputi akses terhadap pangan bergizi dan layanan kesehatan yang memadai.
Dengan mencermati ketidakcocokan antara data kemiskinan dan gizi, serta kesenjangan akses terhadap pangan bergizi, evaluasi menyeluruh terhadap indikator kesehatan dan gizi di Indonesia menjadi sangat krusial.
Hanya dengan kebijakan yang tepat dan terintegrasi, Indonesia dapat mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, di mana seluruh rakyat memiliki kesempatan untuk hidup sehat dan sejahtera.
tag: berita