Bank Dunia Peringatkan Tantangan Besar Indonesia Menuju Status Negara Berpendapatan Tinggi 2045
JAKARTA (Jatengreport.com) - Indonesia memiliki target ambisius untuk menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045, tepat di peringatan seratus tahun kemerdekaannya. Namun, Bank Dunia mengingatkan bahwa mencapai tujuan tersebut bukanlah hal mudah.
Menurut mereka, Indonesia harus menghadapi berbagai tantangan struktural yang serius dan melakukan reformasi mendalam untuk bisa melampaui jebakan pendapatan menengah yang menghantui banyak negara berkembang lainnya.
Dalam sebuah seminar bertajuk Pembangunan Ekonomi ASEAN dan Jebakan Pendapatan Menengah di Jakarta, Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill, menegaskan bahwa untuk mencapai status ekonomi berpendapatan tinggi, Indonesia harus berusaha keras untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi sebesar enam hingga tujuh persen setiap tahun selama dua dekade ke depan.
Gill menyebutkan bahwa “keajaiban ekonomi” diperlukan agar negara-negara berpendapatan menengah dapat mencapai lompatan besar dalam waktu yang relatif singkat.
Gill juga menggarisbawahi bahwa meskipun ekonomi Indonesia saat ini tumbuh cukup stabil, jalur ke depan akan jauh lebih sulit.
"Bukan berarti Indonesia tidak menuju ke arah yang benar, tetapi laju reformasinya melambat jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah berhasil melakukan transisi menuju ekonomi berpendapatan tinggi, seperti Korea Selatan dan Tiongkok," ujarnya.
Menurut Laporan Pembangunan Dunia 2024 yang dirilis oleh Bank Dunia, banyak negara berpendapatan menengah sejak tahun 1970-an mengalami stagnasi pendapatan per kapita.
Pendapatan mereka terjebak di sekitar 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat, setara dengan 8.000 dolar AS per kapita saat ini.
Hanya sedikit negara yang mampu melampaui jebakan ini, dan sebagian besar dari mereka berhasil karena integrasi ke dalam blok ekonomi besar seperti Uni Eropa atau karena ditemukannya sumber daya alam baru seperti minyak.
Indonesia saat ini berada di kategori negara berpendapatan menengah ke atas, dengan PDB per kapita sekitar 5.200 dolar AS. Target pemerintah adalah untuk meningkatkan angka ini menjadi antara 19.000 hingga 22.000 dolar AS pada tahun 2045.
Namun, Bank Dunia memperingatkan bahwa tantangan besar menanti, termasuk populasi yang menua, krisis lingkungan hidup, fragmentasi perdagangan global, serta meningkatnya utang pemerintah.
Gill juga mengingatkan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam hal reformasi efisiensi pasar.
Ia menunjukkan bahwa meskipun telah ada kemajuan di bidang infrastruktur, tata kelola, dan stabilitas ekonomi makro, sektor keuangan, ketenagakerjaan, dan regulasi bisnis masih memerlukan reformasi mendalam untuk mendorong pertumbuhan produktivitas yang lebih cepat.
Bank Dunia merekomendasikan Indonesia untuk fokus pada kebijakan yang disebut “3i,” yaitu investasi, infus teknologi, dan inovasi, yang telah terbukti berhasil di negara-negara seperti Korea Selatan.
Gill mencatat bahwa Korea Selatan berhasil berubah dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan tinggi dalam waktu 25 tahun, dan pelajaran dari negara tersebut seharusnya menjadi referensi bagi para pembuat kebijakan di Indonesia.
Namun, reformasi besar-besaran tidak hanya perlu dilakukan di sektor swasta. Gill juga menyoroti peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mendominasi ekonomi Indonesia.
Menurut laporan Bank Dunia, Indonesia memiliki salah satu tingkat kepemilikan publik tertinggi di antara negara-negara berpendapatan menengah besar, yang menunjukkan bahwa BUMN memiliki peran dominan.
Gill memperingatkan bahwa kehadiran BUMN yang terlalu kuat dapat menyingkirkan perusahaan-perusahaan swasta, sehingga menghambat persaingan yang sehat dan inovasi.
Maria Vagliasindi, ekonom utama Bank Dunia untuk infrastruktur, menambahkan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan, Indonesia harus lebih tegas dalam mengatur pelaku usaha besar, termasuk BUMN dan elit ekonomi, yang sering kali menggunakan pengaruh mereka untuk memblokir kompetisi.
Menurutnya, "Lembaga regulasi yang kuat diperlukan untuk memastikan bahwa kekuatan para petahana tidak disalahgunakan untuk menghalangi pesaing baru."
Di tengah berbagai tantangan ini, pemerintah Indonesia tetap optimis. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia akan fokus pada pengelolaan anggaran yang baik, terutama untuk infrastruktur digital dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Ia menekankan bahwa dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa menghindari jebakan pendapatan menengah dan mencapai status ekonomi berpendapatan tinggi.
Sri Mulyani juga menekankan pentingnya mengurangi regulasi yang berlebihan yang sering kali memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menyulitkan kehidupan masyarakat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, menambahkan bahwa pemerintah akan bertumpu pada industrialisasi, terutama di sektor manufaktur, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sektor jasa juga akan didorong sebagai katalis, khususnya industri bernilai tinggi seperti elektronik, pusat data, dan semikonduktor.
Meskipun demikian, sektor manufaktur Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan. Menurut laporan S&P Global, penurunan di sektor manufaktur meningkat pada bulan Agustus dengan indeks manajer pembelian (PMI) turun menjadi 48,9 dari 49,3 pada bulan Juli, yang menunjukkan kontraksi sektor tersebut.
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sektor manufaktur harus melalui transformasi signifikan.
Dengan kepemimpinan baru di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang dijadwalkan mulai menjabat pada Oktober mendatang, Indonesia berencana untuk memprioritaskan pendidikan, kesehatan, serta ketahanan pangan dan energi.
Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono, menekankan bahwa proyek-proyek strategis yang berorientasi jangka panjang akan dijalankan melalui kemitraan publik-swasta, sementara anggaran negara akan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan kesejahteraan masyarakat.
"Mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen bukanlah mimpi, tetapi sebuah keharusan," ujar Djiwandono, menggarisbawahi bahwa Indonesia harus menggabungkan upaya reformasi dengan investasi besar-besaran untuk menciptakan fondasi ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Dengan visi dan strategi yang jelas, serta reformasi yang tepat waktu, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengatasi jebakan pendapatan menengah dan mencapai status sebagai negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045.
Namun, perjalanan menuju ke sana dipastikan tidak akan mudah, dan menuntut komitmen serta kebijakan yang berani dan inovatif dari semua pihak yang terlibat.
tag: berita