Kejaksaan RI Setujui 14 Perkara melalui Mekanisme Keadilan Restoratif

images

Jateng

Tim Jateng Report

25 Jun 2024


SEMARANG (Jatengreport.com) - Jaksa Agung RI, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 14 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif. Salah satu kasus yang diselesaikan adalah perkara Muh. Taufik bin Muh. Tang dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kejadian bermula saat Muh. Taufik mengemudikan Mobil Toyota Avanza putih di Jalan MT. Haryono, Samarinda, setelah berbelanja di Indogrosir dan hendak pulang ke rumahnya di Jl. M. Said. Pada kecepatan ± 60km/jam, Muh. Taufik kaget melihat sepeda motor Honda Supra di depannya. Karena kakinya kaku dan tidak bisa mengerem atau menghindar, mobilnya menabrak bagian belakang sepeda motor tersebut.

Pengendara sepeda motor, yang saat itu berhenti menunggu kendaraan dari arah depan, terpental dan membentur mobil Toyota Agya dari arah berlawanan. Korban dibawa ke Rumah Sakit AW Syahranie Samarinda dalam keadaan tidak sadarkan diri dan dinyatakan meninggal dunia keesokan harinya.

Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda Firmansyah Subhan, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum Indra Rivani, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Julius Michael Butarbutar, S.H., menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice. Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada keluarga korban, yang kemudian menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum dihentikan.

Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Setelah mempelajari berkas perkara, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Iman Wijaya, S.H., M.H. setuju untuk penghentian penuntutan dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum. Permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice pada Selasa, 25 Juni 2024.

Proses restorative justice dilakukan dengan prinsip musyawarah, tanpa tekanan, dan sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 serta Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022. JAM-Pidum memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

JAM-Pidum  menyetujui 14 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, diantaranya

  1. Kiprianus Markion Sakan dari Kejaksaan Negeri Badung (Pencurian).
  2. Moh. Sa'ban Kebit dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara (Penganiayaan).
  3. I Wayan Budiarman dari Kejaksaan Negeri Palu (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
  4. Asnia dari Kejaksaan Negeri Parigi Moutong (Penganiayaan).
  5. Arief Andika Rahman dari Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi (Penggelapan).
  6. Januar Sukma Wijaya dari Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan (Kelalaian yang Menyebabkan Luka Berat).
  7. Teguh Gunawan dari Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan (Penggelapan).
  8. Dedy Marianto dari Kejaksaan Negeri Samarinda (Pencurian).
  9. Yulianti dari Kejaksaan Negeri Samarinda (Penadahan).
  10. Nur Zaid dari Kejaksaan Negeri Samarinda (Penganiayaan).
  11. Nurdin dari Kejaksaan Negeri Tulang Bawang (Penadahan).
  12. Mutawadik dari Kejaksaan Negeri Tulang Bawang (Penadahan).
  13. Kukuh Tias Adiguna dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara (Penganiayaan).

tag: jateng



BERITA TERKAIT