Jampidum Setujui 4 Pengajuan Keadilan Restoratif
JAKARTA (Jatengreport.com) – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampdum) Dr Fadil Zumhana menyetujui empat permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Jampdum Dr Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani SH MH, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat TP Oharda.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaaan Agung Dr Ketut Sumedana pada siaran persnya, di Jakarta, Rabu (5/10), mengatakan empat berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restorative, yaitu:
- Tersangka Suharsono dari Kejaksaan Negeri Karangasem yang disangka melanggar pasal 359 KUHP tentang Kelalaian.
- Tersangka I Made Suwarka dari Kejaksaan Negeri Karangasem yang disangka melanggar pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Tersangka Wahyudi alias Yudi bin Mulyadi dari Kejaksaan Negeri Karawang yang disangka melanggar pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Fadely Arby dari Kejaksaan Negeri Simalungun yang disangka melanggar pasal 111 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau pasal 107 huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Ketut menjelasakan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum; - Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; - Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; - Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (BDP)
tag: jaksaagung , jampidum , pengajuankeadilan