Ada Jejak Sejarah Joko Tingkir di Destinasi Wisata Petilasan Keraton Pajang Sukoharjo

images

Gapura Suro Jiwan dengan tiang beton, atap genteng dan pintu dari kayu, dilengkapi spanduk bertulis “Yayasan Kasultanan Karaton Pajang”

Visit Jateng

Tim Jateng Report

17 Okt 2022


SUKOHARJO (Jatengreport.com) – Kabupaten Sukoharjo termasuk wilah kabupaten tersempit di Provinsi Jawa Tengah. Total luas wilayah ini hanya 466 meter persegi. Namun di balik itu, kabupaten yang memiliki slogan Sukoharjo MAKMUR (Makmur Aman Konstitusional Mantap Unggul dan Rapi) itu memiliki banyak tujuan wisata. Dari wisata air, wisata alam pegunungan, maupun wisata reliji dan wisata sejarah.

Untuk wisata sejarah, Kabupaten Sukoharjo memiliki petilasan keraton, antara lain petilasan Keraton Kartosuro di Dusun II Ngadirejo, Kartosuro, dan Petilasan Keraton Pajang di Dusun I atau Gang Benowo II Sonojiwan, Desa Makamhaji, Kartosuro.

Untuk Petilasan Keraton Kartosuro Ngadirejo, di bekas lokasi keraton masih ada sisa-sisa bukti peninggalan, seperti tembok bata yang melingkari kompleks dalam keraton. Keraton Kartosuro berdiri tahun 1680 dan berakhir pada tahun 1742.

Karaton Pajang

Mengulik sejarah Keraton Pajang, tidak bisa lepas dari sosok Joko Tingkir.

Nama Joko Tingkir sendiri akhir-akhir ini sering disebut dan diperbincangkan banyak orang karena menjadi bagian dari syair lagu ber-genre shalawatan.

Lumpang batu, dan beberapa benda peninggalan lainnya yang dibuat dari batu masih tersimpan di Petilasan Keraton Pajang.

Sayangnya, dalam syair tersebut disebut dengan kalimat “Joko Tingkir Ngobe Dawet”. Padahal sejatinya Joko Tingkir adalah seorang ulama besar yang punya peran penting terkait kelahiran Kerajaan Pajang. Sehingga kata-kata Ngombe Dawet dipermasalahkan.

Karena itulah, syair lagu Joko Tingkir Ngombe Dawet memunculkan pro dan kontra. Banyak yang protes tidak setuju dengan syair lagu itu karena terkesan melecehkan sosok Joko Tingkir.

Keraton Pajang merupakan cagar budaya yang menjadi saksi bisu ketika Joko Tingkir dan Sultan Hadiwijaya memprakarsai lahirnya Kerajaan Pajang. Kerajaan Pajang berdiri pada tahun 1568, setelah runtuhnya Kerajaan Demak Bintaro.

Menapaki puing-puing sejarah Kerajaan Pajang dapat menjadi referensi wisata baru bagi masyarakat Sukoharjo dan lainnya. Destinasi wisata ini sangat penting untuk diketahui generasi muda, khususnya yang belum tahu sama sekali tentang sejarah adanya keraton di Indonesia pada masa lalu.

Prasasti yang menerangkan bahwa Patilasan Kasultanan Karaton Pajang ini dirintis oleh R. Koesnadi Kusumo Hoeningrat pada Jumat Leg, 3 Desember 1993

Jika Anda mengunjungi destinasi wisata sejarah itu, di Gapura Suro Jiwan akan melihat tulisan “Yayasan Kasultanan Karaton Pajang”. Ada gunungan bermahkota yang diapit naga dan keris.

Di sisi kanan ada arca Dwarapala dengan kesan sedang menjaga gapura candi bentar. Lalu jalan yang di ujungnya berjaga sepasang arca Dwarapala lagi dan gapura candi bentar kedua.

Jika kita meneruskan perjalanan, di sisi belakang ada pendopo dengan lukisan wajah Ki Ageng Giring, Mas Karebet bertarung dengan banteng, serta Sunan Kalijaga. Ada pula di bagian lainnya lukisan wajah Ki Ageng Pemanahan, Joko Tingkir naik rakit bersama tiga abdinya (Willa, Wuragil, Manca) yang dikawal buaya serta Panambahan Senopati.

Masih banyak jejak sejarah lainnya di destinasi wisata Petilasan Kerajaan Pajang. Termasuk rentetan silsilah Hadiwijaya. Silsilah ini dimulai dari Brawijaya V yang berputri Ratu Pembayun yang menikah dengan Sri Makurung Prabu Handayaningrat (Ki Ageng Pengging Sepuh) dan berputra Kebo Kanigara, Kebo Kenanga dan Kebo Amilihur.

tag: joko tingkir , Destinasi Wisata Petilasan Keraton , Petilasan Keraton Pajang , Kabupaten Sukoharjo



BERITA TERKAIT