Pemkot Semarang Akan Bangun Kolam Retensi untuk Tanggulangi Banjir
SEMARANG (Jatengreport.com) - Pemerintah Kota Semarang berencana membangun kolam retensi seluas 250 hektare untuk menanggulangan banjir yang terletak di Tambak Lorok, Semarang Utara.
Dalam pembangunan itu, ada kemungkinan bahwa 51 bidang lahan tersebut sudah berstatus lahan atau tanah musnah, karena sudah tidak produktif atau tidak difungsikan sesuai peruntukannya.
Menanggapi hal itu, Kepala Kantor Pertanahan/BPN Kota Semarang, Sigit Rahmawan Adi mengatakan untuk menetapkan apakah sebuah lahan dianggap musnah atau tidak harus melihat kriteria hukum tanah tersebut.
“Kebetulan lahan yang direncanakan untuk pembangunan kolam retensi 250 hektar tersebut, yaitu di Kelurahan Trimulyo dan Terboyo itu ternyata ada pengadaaan tanah. Termasuk untuk pembangunan tol,” pungkas Sigit usai berkoordinasi dengan Plt Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengenai penanggulangan banjir di Balai Kota Semarang, Rabu (4/1).
Sigit menuturkan, dengan pasal 26 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 menyatakan tanah atau lahan tersebut harus hilang agar memenuhi kriteria ‘musnah’.
“Sesuai dengan pasal 26 UUPA tahun 1960, bahwa tanah itu dapat dikatakan musnah dengan salah satu kriterianya adalah hilang,” paparnya.
Sigit menandaskan sudah ada peraturan pelaksanaan penetapan status tanah musnah melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Agraria (ATR/BPN) Nomor 17 Tahun 2021 (Permen ATR/BPN 17/2021).
“Nah jadi sebenarnya status musnahnya, status hukum tanah itu sudah ada aturannya di dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Agraria (ATR/BPN) Nomor 17 Tahun 2021 (Permen ATR/BPN 17/2021). Sehingga setelah itu memang harusnya ada aturan pelaksanaan untuk memperjelas status musnah tanah tersebut. Jadi memang ada ketentuan dan kriterianya,” ujarnya.
Menurut dia, jika tanah yang direncanakan sebagai tempat pembangunan kolam retensi tersebut memang tanah musnah, maka aturan-aturan tersebut akan dijalankan untuk menentukan penetapan tanah musnah atau tidak.
“Dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan, kami menggunakan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2022. Tanah musnah secara definiitf adalah tanah yang tidak difungsikan sesuai dengan peruntukannya,” tambah Sigit.
Namun belakangan diketahui bahwa masyarakat yang mengklaim sebagai pemilik 51 bidang tanah tersebut memiliki sertifikat. Hal tersebut, lanjut Sigit, masih dalam pembahasan instansinya.
“Masalahnya sekarang adalah masyarakat ternyata punya sertifikat. Dan pemilik lahan meminta sertifikat diganti dengan harga yang sama dengan sertifikat. Ini lah yang sekarang kami bahas. Jika terbukti tanah itu adalah tanah musnah, maka akan diberi uang kerohiman untuk warga yang pernah memiliki. Tapi aturan uang kerohiman itu sendiri kewenangannya ada di Menteri Koordinator Ekonomi. Hal tersebut terus kami bicarakan,” paparnya.
tag: Pemerintah Kota Semarang , kolam retensi seluas 250 hektare