Keteladanan dari Barisan Depan, Pejabat Utama Kejati Jateng Jadi Petugas Upacara HUT RI Ke-80

images

Jateng

Tim Jateng Report

17 Agt 2025


SEMARANG (Jatengreport.com) – Ada pemandangan tak biasa di halaman Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, Minggu (17/8). Derap langkah tegap, suara komando lantang, dan sikap sempurna para petugas upacara justru datang dari jajaran pejabat tinggi kejaksaan sendiri.

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, Kejati Jateng menghadirkan suasana berbeda. Seluruh perangkat upacara bukan lagi dari kalangan staf atau Kepala Seksi (Kasi), melainkan langsung diisi para Pejabat Utama.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jateng, Dr. Hendro Dewanto, bertindak sebagai inspektur upacara. Sementara Kolonel Laut (KH) Muhammad Yunus, SH, Asisten Pidana Militer (Aspidmil), menjadi perwira upacara.

Barisan komando dipimpin Dr. Lukas Alexander Sinuraya, SH, MH, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus)dan Pembaca Pembukaan  UUD 1945  Freddy D. Simanjuntak, SH, MH, Asisten Intelijen (Asintel). Bahkan, pembawa acara adalah Dr. Setyowati, SH, MH, Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun).

Di tengah teriknya matahari pagi, sorak-sorai tak terdengar, yang ada hanyalah keheningan penuh wibawa saat Aspidsus Lukas Alexander melangkah mantap ke depan barisan.

Bukan sekadar jaksa senior yang akrab dengan kasus-kasus besar dan rumit, pagi itu ia berdiri sebagai Komandan Upacara, memberi komando dengan suara tegas, menggetarkan setiap telinga yang mendengar.

Barisan pun serentak bergerak mengikuti arahannya, seolah menegaskan bahwa disiplin dan kepemimpinan adalah dua hal yang tak bisa ditawar dalam menjaga marwah institusi.

Ada simbol kuat di balik langkahnya, seorang pemimpin hukum yang biasanya duduk di kursi penyidikan, kini berdiri tegak di lapangan upacara, memimpin barisan dengan sikap militeristik yang tak kalah berwibawa dari prajurit.

Inilah wajah lain Kejati Jateng yang ingin ditunjukkan bahwa integritas, keberanian, dan ketegasan tidak hanya tertulis di dalam dokumen atau ruang sidang, tetapi juga dihidupkan dengan sikap nyata.

Dari sorot mata dan lantang komandonya, tersampaikan pesan sederhana namun provokatif, jika para penegak hukum mampu berbaris rapi untuk merah putih, maka mereka juga mampu berbaris tegak melawan segala bentuk ketidakadilan.

Mereka yang sehari-hari berkutat dengan berkas perkara, ruang sidang, hingga ruang rapat penuh strategi, pagi itu tampil sebagai petugas upacara.

Sikap gagah mereka saat mengibarkan bendera, membaca teks proklamasi, hingga mengumandangkan doa kemerdekaan, menyulut rasa haru para peserta.

Kajati Hendro mengatakan, upacara hari ini adalah teladan yang hidup,dan menunjukkan bahwa keteladanan itu tidak bisa hanya lahir dari instruksi, tetapi dari tindakan nyata.

Seorang pemimpin tidak boleh bersembunyi di balik jabatannya, ia harus berani berdiri di barisan depan, mengibarkan bendera, membaca naskah, bahkan memimpin doa, itulah makna kepemimpinan sejati.

Menurutnya, Integritas adalah ketika ucapan dan perbuatan menyatu dalam satu kata. Upacara ini adalah refleksi, bahwa pejabat negara harus hadir tidak hanya dengan kebijakan, tetapi juga dengan keteladanan.

“ Jawa Tengah itu punya tagline Jaksa Guyub dan guyub itu harus dimulai dari pemimpin. Seorang leader harus berani memberi contoh kepada anak buahnya. Kami ingin memberi teladan bahwa kemerdekaan adalah amanat, dan semua pejabat punya kewajiban moral untuk menegakkannya,” tegas Hendro Dewanto usai upacara.

Simbol Kebersamaan dan Teladan

Suasana khidmat semakin terasa ketika Asintel Freddy Simanjuntak, membacakan Pembukaan UUD 1945 dengan suara mantap. Lalu, Aswas Gatot Guno Sembodo mengucapkan Tri Krama Adhyaksa, janji moral kejaksaan. Disusul Kabag TU Deddy Agus Oktavianto yang membacakan Trapsila Adhyaksa Berakhlak, sembari para peserta menundukkan kepala penuh khidmat.

Puncak momen hadir saat bendera Merah Putih perlahan naik ke puncak tiang. Tiga pengibar bendera yakni Satriyo Wibowo, Sandhy Handika dan Ashari Kurniawan, dengan langkah pasti melaksanakan tugas pengibaran.

Detik-detik itu membuat suasana seolah berhenti. Semua mata menatap ke atas, mengikuti kain merah-putih yang berkibar anggun, diiringi gema lagu kebangsaan "Indonesia Raya".

Keterlibatan pejabat tinggi sebagai petugas upacara jelas bukan hal lazim. Namun, justru di situlah pesan kuat tersampaikan, jabatan bukan alasan untuk sekadar memberi perintah dari belakang, melainkan teladan yang ditunjukkan dari barisan depan.

Sementara itu, Aspidsus Lukas mengatakan, sesuai perintah dan arahan Kajati, bahwa kita memang sebagai senior pun harus bisa mengayomi, menjiwai, jiwa nasionalisme dan rasa kemerdekaan itu sendiri.

Bagi banyak peserta, momen ini terasa menggugah. "Kami bangga melihat para pimpinan tidak hanya memimpin dengan kata-kata, tetapi juga memberi contoh nyata dalam upacara sakral kemerdekaan," ungkap salah seorang jaksa muda yang hadir.

Upacara ini menjadi cermin bahwa semangat kemerdekaan tak boleh berhenti pada generasi 1945. Justru di era modern, di tengah derasnya arus digitalisasi dan kompleksitas tantangan hukum, semangat persatuan dan pengorbanan harus dihidupkan kembali—bahkan dari lembaga penegak hukum.

“Kemerdekaan adalah hasil darah dan air mata. Tugas kita sekarang menjaga nilai-nilainya yakni, kejujuran, keberanian, dan integritas. Itu sebabnya kami hadir langsung sebagai petugas, agar api nasionalisme tak pernah padam,” tegas Kajati Hendro.

Pagi itu, halaman Kejati Jateng bukan hanya menjadi tempat upacara, melainkan panggung kebersamaan, refleksi, dan inspirasi.

Dari Semarang, pesan moral dikibarkan bersama Sang Saka, bahwa kemerdekaan adalah kerja bersama, dan semua pejabat negara adalah prajurit dalam menjaga martabat bangsa.

tag: berita



BERITA TERKAIT