UNDIP dan BRIN Kaji Potensi PLTN Daya Mikro sebagai Solusi Energi Alternatif
SEMARANG (Jatengreport.com) – Universitas Diponegoro melalui Center for Plasma Research Team (CPR-TEAM) melakukan pertemuan dengan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) membahas rencana kerjasama pemanfaatan tenaga nuklir untuk energi, menyambut pencanangan Net Zero Emission 2060.
PLTN yang dikaji baik fusi nuklir maupun fisi nuklir. Fusi nuklir dimana inti atom ringan bergabung dan menghasilkan energi. PLTN fusi belum terealisasi di dunia.
PLTN fusi melalui tokamak plasma, kini sedang diteliti di International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER). Kajian teknologi plasma memang cukup maju di Universitas Diponegoro, termasuk simulasi untuk Tokamak Plasma.
UNDIP diwakili oleh Muhammad Nur, sebagai pendiri CPR-TEAM dan guru besar di Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Matematika UNDIP. BRIN dihadiri oleh Tri Mumpuni selaku Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional beserta tim.
Diskusi berlangsung di Ruang Pertemuan Lantai 4 Gedung Acintya Prasada FSM UNDIP pada Minggu(28/7). Karena fusi nuklir masih sangat lama menantinya, kebutuhan energi berbasis reaksi nuklir difokuskan pada fisi nuklir.
Dalam keterangannya, Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tri Mumpuni mengatakan bahwa pertemuan ini masih sebatas diskusi dan belum ada rencana pembuatan reaktor nuklir sebagai sumber energi.
Menurutnya, melalui kegiatan ini masyarakat diharapkan bisa lebih “aware” terhadap perkembangan teknologi. Dibutuhkan teknologi bersih, terlebih untuk bertahan, dan menghadapi di tahun 2060.
“Makanya tidak ada salahnya nuklir ini menjadi sesuatu yang dibicarakan karena sebelumnya dianggap tabu. Saya termasuk orang yang dulu menentang nuklir di tahun 91 karena saya melihat belum ada teknologi yang seaman teknologi saat ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Tri Mumpuni menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi Sumber Daya Manusia (SDM).
“Jumlah engineer sangat banyak, mereka tidak hanya menimba ilmu di dalam negeri namun juga lulusan dari luar negeri. Sehingga sayang sekali jika ilmu yang diperoleh tidak dimanfaatkan saat kembali ke tanah air,” terangnya.
“Sayang sekali kalau selama ini ada teknologi yang hebat, tapi kita hanya menjadi penonton dan ujung-ujungnya menjadi pasar,” imbuhnya.
Menurutnya, pengembangan tenaga nuklir sebagai sumber energi perlu disosilaisasikan. Tujuaanya supaya masyarakat paham dan tidak merasa ditakut-takuti karena telah memiliki pemahaman yang benar.
Pendiri Center for Plasma Research Team (CPR-TEAM), Muhammad Nur, menyampaikan bahwa kita perlu melihat fisi nuklir dengan cara pandang baru.
Perkembangan teknologi kini reaktor daya sudah menggunakan generasi ke 4, dayanya sangat kecil, 1-4 MWe. Dikembangkan dalam bentuk modul, small modular reactors. PLTN generasi baru ini bisa menjadi harapan bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan, yang memiliki banyak pulau yang tersebar di penjuru Indonesia.
“Bicara fisi nuklir sangatlah mungkin, terlebih lagi telah lahir reaktor fisi mikro (1-4 MWe). Bandingkan sebelumnya harus 800 MWe. Kami akan pelajari mendalam Small Modular Reactors ini, apalagi dengan teknologi baru, generasi keempat dan sangat kecil. Menurut kami dengan pulau-pulau yang banyak, PLTN mikro ini sebuah harapan dan sesuai. Kami mendukung program ini,” ujarnya.
Muhammad Nur menambahkan bahwa teknologi sekarang merupakan generasi keempat jadi sangat jauh berbeda dibanding dengan generasi pertama samapai ke tiga. Generasi keempat ini usia limbah radioaktifnya sangat pendek.
Reaktor daya dalam bentuk modul hanya 4 MWe. Terobosan yang sangat menarik untuk dikembangkan pemanfaatannya di Indonesia dan dapat ditempatkan di pulau-pulau Indonesia.
Dalam diskusi tersebut Muhammad Nur dan Tri Mumpuni menyadari bahwa persolan Indonesia terbesar dalam pemanfatan PLTN adalah persepsi masyarakat. Penerimaan masyarakat yang terlanjur mengalami phobia terhadap nuklir. Keduanya sepakat sosialisasi yang tersistematis terus menerus perlu dilakukan. (Muhammad Nur&Ut-Humas)
tag: berita