UMM Terima Hasil Bumi sebagai Pembayaran Kuliah, Hermawi Taslim: Kebijakan UMM Kaitkan Kesejahteraan dan Pendidikan Bangsa
SEMARANG (Awall.id) - Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (FORKOMA PMKRI) sangat mengapresiasi langkah Universitas Muhammadiyah Maumere, Nusa Tenggara Timur (UMM) yang menerima hasil bumi sebagai pengganti pembayaran uang kuliah, terutama bagi mahasiswa dari keluarga yang kurang mampu.
Menurut Ketua Umum FORKOMA Hermawi Taslim, keputusan Rektor UMM, Erwin Prasetyo, mencerminkan upaya institusi pendidikan dalam melaksanakan amanat UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang tercantum dalam pembukaannya. Hermawi menyatakan hal ini di Jakarta pada Senin (27/05).
Langkah penggantian pembayaran uang kuliah dengan hasil bumi telah diinisiasi sejak tahun 2018. Saat itu, ada mahasiswa yang kesulitan membayar biaya kuliah karena keluarganya kekurangan uang tunai, meskipun memiliki panen hasil kebun yang melimpah. Namun, hasil bumi tersebut tidak dapat dijual dengan harga yang memadai, menyebabkan kesulitan mendapatkan uang tunai untuk membayar kuliah.
Meskipun kontroversial, keputusan UMM dinilai sangat solutif oleh Hermawi Taslim. Hal ini karena pada saat yang sama pemerintah masih mengkaji skema pinjaman pendidikan untuk mengatasi biaya pendidikan yang tinggi. Keputusan tersebut dianggap lebih menjanjikan dibandingkan dengan skema pinjaman berbasis pendapatan.
Menurut Hermawi Taslim, keputusan tersebut menegaskan hubungan erat antara kesejahteraan dan kecerdasan bangsa. Para mahasiswa tidak tidak mampu membayar kuliah bukan karena tidak sanggup, melainkan karena orang tua mereka tidak memiliki uang tunai, namun memiliki hasil kebun yang dapat dijual kepada civitas akademika lainnya. Dengan menerima pembayaran uang kuliah dalam bentuk hasil bumi, UMM berhasil mengaitkan antara kesejahteraan dan kecerdasan bangsa.
“Keputusan pembayaran uang kuliah dengan hasil kebun sebagaimana yang dilakukan UMM menjelaskan adanya kaitan erat antara kesejahteraan dan kecerdasan bangsa. Para mahasiswa bukannya tidak mampu membayar tetapi orang tua mereka tidak memiliki uang tunai. Yang dimiliki adalah hasil kebun. Hasil kebun tersebut kemudian dijual kepada civitas akademika lainnya termasuk para mahasiswanya. Sehingga dengan menerima pembayaran uang kuliah dengan hasil kebun, UMM telah mengaitkan antara kesejahteraan dan kecerdasan,“ jelas Taslim.
Hermawi Taslim melihat bahwa dalam ekonomi modern, masyarakat cenderung menganggap hasil kebun bukanlah uang, dan pembayaran harus dilakukan dengan uang tunai. Hal ini menyulitkan mereka yang tinggal di daerah terpencil untuk mencapai kedua tujuan nasional tersebut sebagaimana yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945.
Bantu Pembayaran Pendidikan
Menurut Taslim, penting bagi pemerintah, terutama di daerah terpencil, untuk membantu pendidikan dengan cara seperti ini. Orang tua memiliki hasil kebun namun sulit menjualnya dengan cepat, sementara biaya kuliah harus dibayar dengan uang tunai. Akibatnya, banyak mahasiswa drop out karena tidak mampu membayar, dan keluarga terjebak dalam utang.
"Penting jika pemerintah di daerah terutama yang jauh dari pusat perekonomian, ikut membantu urusan pendidikan dengan cara ini. Para orang tua mempunyai hasil kebun, tetapi tidak dapat dijual dengan cepat, sementara kuliah harus menggunakan uang tunai. Akhirnya, karena tuntutan dibayar dengan uang tunai, orang tua harus meminjam uang dengan bunga. Menjadikan hal ini tidak sejahtera lagi karena kewajiban mengangsur menggantikan kewajiban membayar kuliah. Sebagai dampaknya, nahasiswa drop out karena tidak mampu membayar, dan keluarga terbelit utang,” jelas Taslim.
Taslim menyoroti pentingnya gotong royong dalam keputusan UMM ini. Hasil bumi yang digunakan untuk membayar uang kuliah dibeli oleh anggota civitas akademika, menunjukkan makna gotong royong dalam dunia pendidikan. Taslim berpendapat bahwa pola ini dapat diterapkan di daerah-daerah lain yang memiliki kondisi ekonomi yang serupa atau bahkan lebih parah.
Menurut Taslim, nilai luhur bangsa seperti gotong royong sering terlupakan karena pengaruh nilai-nilai kapitalis. Bangsa ini harus mengingat kembali nilai gotong royong yang diajarkan oleh para pendiri negara, karena gotong royong tidak hanya relevan dalam membangun rumah, tetapi juga dalam seluruh aspek kehidupan bangsa, termasuk pendidikan dan kesejahteraan.
Taslim menganggap bahwa pandemi COVID-19 telah menunjukkan bahwa Pancasila sebagai ideologi, yang menempatkan gotong royong sebagai nilai luhur, sangatlah relevan. Gotong royong dapat mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia, seperti yang terjadi saat Indonesia menjadi negara ketiga dengan pemulihan ekonomi tercepat. Pendidikan haruslah menjadi sarana yang merangkul semua anak bangsa, tanpa memandang agama, keyakinan, atau suku.
“Covid menjelaskan bahwa Pancasila sebagai ideologi, di mana gotong royong sebagai nilai luhurnya adalah sangat tepat. Gotong royong mampu mempercepat pemulihan kondisi ekonomi Indonesia. Negara kita terhitung sebagai negara ketiga dengan pemulihan ekonomi tercepat. Hal itu dimungkinkan karena gotong royong dalam masa pandemi sangat membantu bertahannya ekonomi nasional,” tegas Taslim.
Dengan demikian, langkah UMM dalam menerima hasil bumi sebagai pembayaran uang kuliah memberikan contoh bahwa pendidikan haruslah bersifat inklusif dan mengedepankan semangat gotong royong untuk mencapai kesejahteraan dan kecerdasan bangsa.
tag: berita