Kolektif Hysteria Bagikan Pengalaman Residensi dan Lecture di Buah Tangan ke-30 Kolektif Hysteria
SEMARANG (Jatengreport.com) - Kegiatan Buah Tangan kembali diadakan oleh Kolektif Hysteria pada hari Minggu (10/12/2023) di Grobak Art Kost, Jl. Stonen No.29, Kec. Gajahmungkur, Kota Semarang, pada edisi ke-30 dengan tema "Philadelphia - Sydney (Cerita Pengalaman Projek dan Kegiatan Kolektif)".
Pada Buah Tangan Edisi 30, beberapa seniman dan budayawan dari Kolektif Hysteria, seperti Adin Hysteria, Hananingsih Widhiasri, dan Kesit Agung Wijanarko, berbagi pengalaman mereka dalam sebuah talkshow. Hananingsih dan Kesit Agung Wijanarko berpartisipasi dalam residensi Lumbung in Western Sydney di Parramatta, Australia, sementara Adin Hysteria melakukan visitation lecture di Penn University, Philadelphia, Amerika Serikat, yang diatur oleh Prof. Simon Ritcher.
Ketiganya mengungkapkan berbagai pengalaman menarik selama hampir dua minggu berada di luar negeri, mulai dari kesempatan Adin untuk mengisi kuliah umum di Penn University hingga pengalaman unik Kesit dan Hana selama program di Parramatta. Adin menyoroti perbedaan budaya, termasuk pengalaman terkait kriminalitas di New York City, sementara Kesit menghadapi tindakan rasisme di Parramatta.
"Ada tembakan-tembakan, kayak kalau di sini bacok-bacokan. Jadi kayak sudah biasa, tapi di sana pakai pistol," beber Adin.
Kesit menceritakan pengalamannya saat mengunjungi makam tertua di Australia dan mengalami tindakan rasisme dari seorang penjaga toko. Meskipun mendapat perlakuan kasar, Kesit dan Hana tetap melanjutkan perjalanan mereka, mendapatkan pengetahuan baru tentang sejarah Suku Aborigin, Lord Sydney, dan Parramatta sebagai titik pertama pelayar Inggris di Australia.
"Ada dewan yg mengurusi mural kota. Satu tembok anggaran Rp400 juta. Di sana ada sekitar 4000-an mural. Sejak tahun 70. Tujuannya utk mengurangi kenakalan remaja," ungkap Adin.
Hana menekankan inklusivitas kolektif lokal di Parramatta, yang membantu mereka mendapatkan lokasi untuk lokakarya dan proyek-proyek kolaboratif. Ia juga mencatat keunikan rumah di pedesaan Australia, yang dapat menampung banyak tamu dan memiliki ruang berkumpul dengan fasilitas barbeque.
"Ketika aku beli air dan korek di sana dan bertanya boleh atau tidak, memasuki kuburan itu. Tidak diperbolehkan (dengan kata kasar). Yang ngomong adalah penjaga toko, aku nggak akan menyebutkan rasnya," kata Kesit.
"Tapi, kemudian kami tetap berjalan dengan nekat menuju ke sana dan bertemu dengan orang lain yang sedang bersama anaknya. Lalu bertanya hal yang sama dan diperbolehkan dengan ramah. Tindakan rasialis yg terjadi di aku utk pertama kali. Dan itu terjadi tiga kali," lanjutnya.
Hana juga menambahkan jika bentuk rumah di pedasaan Australia cukup unik. Model-model rumah tersebut bahkan bisa menampung banyak tamu, terutama di bagian belakang, karena cukup luas dan ada lokasi barbeque sebagai ruangan berkumpul.
"Tipe-tipe rumah di sana cukup menarik, kayak di perkampungan, rumah-rumah mereka cukup unik. Masih tradisional. Mungkin kalau di sini, kayak masih pakai atap bentuk limasan kali ya. Terus bagian belakang rumah luas, ada barbeque-nya," terang Hana.
Semua keseruan tersebut diulas oleh Anita Dewi sebagai moderator diskusi dalam Buah Tangan Edisi 30, yang menjadi bagian dari rangkaian perayaan 20 tahun Kolektif Hysteria dan didukung oleh program Kemendikbudristek dan LPDP.
tag: Kolektif Hysteria