Bongkar Tuntas! Rumah Gubernur NTT Jadi Pusat Perlawanan terhadap Kekerasan Seksual

images

Nasional

Tim Jateng Report

16 Apr 2025


KUPANG (Jatengreport.com) - Seruan keadilan menggema dari Rumah Jabatan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa malam (15/4), dalam sebuah pertemuan penting yang mempertemukan para aktivis perempuan dan anak dengan tokoh-tokoh strategis provinsi.

Fokus utama diskusi adalah penanganan kasus dugaan kekerasan seksual dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menyeret nama mantan Kapolres Ngada.

Pertemuan yang berlangsung pukul 20.00 WITA itu digagas oleh Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Mindriyati Laka Lena, didampingi Staf Ahli TP PKK, Vera J. Asadoma. 
Keduanya mengajak para pegiat hak asasi perempuan dan anak untuk memperkuat advokasi terhadap kasus yang melibatkan korban anak di bawah umur dan pelaku dari kalangan aparat penegak hukum.

Kasus ini sebelumnya telah mendapat sorotan nasional setelah Mindriyati bersama Forum Perempuan Diaspora NTT membawa laporan ke Komnas HAM dan LPSK. Di tingkat lokal, berbagai lembaga masyarakat sipil juga menunjukkan keprihatinan mendalam.

Ironisnya, dugaan kejahatan seksual itu dilakukan saat tersangka masih menjabat sebagai Kapolres. Beberapa anak menjadi korban eksploitasi seksual, dan seorang perempuan dewasa yang awalnya korban justru kini dijadikan tersangka karena diduga berperan menyalurkan korban.

“Kami ingin menjahit kekuatan masyarakat sipil di NTT dan Jakarta agar bisa bersinergi dalam mengawal kasus ini hingga tuntas,” tegas Mindriyati.

Pertemuan ini dihadiri sejumlah aktivis dan tokoh lintas jaringan, antara lain:

Pastor RD. Leonardus Mali, Pr (J-RUK Kupang), Ruth Laiskodat (Kadis DP3AP2KB NTT), Ansy Rihi Dara (LBH Apik NTT), Ester Mantaon, Marince Safe (Rumah Harapan GMIT), Marce Tukan, Anna Djukana, Veronika Ata (LPA NTT), Leny Korang, Libby SinlaloE (Rumah Perempuan), Inka Maramis (Aktivis Sumba Tengah), TH M. Florensia (Bapperida NTT), hingga Maria Inviolata (FH Undana).

Para peserta menyampaikan kekhawatiran bahwa langkah hukum yang diambil sejauh ini belum menyentuh akar persoalan.

Polisi baru mengenakan pasal dari UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU ITE, padahal fakta lapangan menunjukkan keterlibatan unsur hukum lain seperti UU Perlindungan Anak, UU TPPO, UU Anti-Pornografi, hingga dugaan penyalahgunaan narkoba.

“Proses hukum jangan hanya simbolis. Kita bicara soal keadilan anak-anak yang menjadi korban, dan aparat yang semestinya melindungi malah menjadi pelaku,” tegas salah satu aktivis.

Desakan pun menguat agar aparat penegak hukum tidak ragu menjerat pelaku dengan seluruh pasal yang relevan, tanpa perlindungan institusional.

Mereka menilai, kasus ini menjadi gambaran nyata kegagalan sistem dalam melindungi anak dari kejahatan seksual dan perdagangan manusia. Fakta bahwa pelaku berasal dari institusi kepolisian menambah urgensi untuk mengusutnya secara transparan dan tanpa kompromi.

Di akhir pertemuan, Mindriyati dan Vera menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal proses hukum dan memastikan para korban, terutama anak-anak, mendapat perlindungan serta pendampingan menyeluruh.

“Keadilan bukan hanya tentang menghukum pelaku, tetapi juga tentang memulihkan korban. Ini tanggung jawab kita bersama,” tutup Mindriyati.

tag: berita



BERITA TERKAIT