Sinyal Merah di SPBU
SEMARANG (Jatengreport.com) - Kota Semarang menjadi saksi sebuah insiden tak terduga pada Kamis (10/10), ketika sebuah ambulans yang seharusnya menjadi simbol harapan dan layanan kesehatan terpaksa berhenti di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 41.501.28, Jalan Brigjen Sudiarto. Mobil penyelamat ini terhalang oleh kerumitan aturan administratif yang membuatnya tidak bisa mengisi Biosolar bersubsidi.
Ambulans tersebut tidak memiliki QR Code, komponen teknologi yang kini menjadi syarat wajib untuk kendaraan yang ingin mengakses bahan bakar bersubsidi. Di balik masalah ini, terungkap bahwa nomor polisi kendaraan tersebut juga sudah mati selama lima tahun, menghalangi pendaftaran QR Code yang diperlukan.
Brasto Galih Nugroho, Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, menjelaskan, "Permasalahan ini bermula dari ketidaksesuaian nomor polisi ambulans dengan persyaratan sistem QR Code yang berlaku." QR Code ini merupakan bagian dari upaya digitalisasi distribusi BBM bersubsidi yang terhubung langsung dengan Korps Lalu Lintas POLRI. "Kendaraan dengan nomor polisi mati tidak bisa didaftarkan untuk mendapatkan QR Code," lanjutnya.
Menariknya, saat dalam keadaan terdesak, ambulans ini berusaha menggunakan QR Code dari kendaraan lain—sebuah mobil Chevrolet yang kebetulan berada di SPBU tersebut. Namun, upaya ini pun ditolak petugas. "Menggunakan QR Code dari kendaraan lain jelas tidak diperbolehkan. Ini adalah bagian dari pengamanan sistem agar tidak ada penyalahgunaan BBM bersubsidi," tegas Brasto.
Di tengah situasi yang genting, petugas SPBU tidak tinggal diam. Mereka berkomitmen untuk membantu ambulans ini dalam proses pendaftaran QR Code yang sah, agar ambulans dapat memenuhi syarat administratif dan kembali mendapatkan akses ke bahan bakar bersubsidi. "Kami akan memastikan semua syarat administratif dipenuhi," tambahnya.
Menariknya, meski ambulans berhak mendapatkan Biosolar bersubsidi berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, hak tersebut disertai dengan tanggung jawab untuk mematuhi semua regulasi yang ada. Ini menunjukkan bahwa di era digitalisasi, keselarasan antara teknologi dan birokrasi sangat penting, bahkan untuk kendaraan yang memiliki fungsi kritis dalam layanan kesehatan.
Kasus ini menggugah kesadaran kita akan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi demi memastikan distribusi BBM bersubsidi yang transparan dan tepat sasaran. Terlebih, setiap pengguna kendaraan, termasuk ambulans, perlu memahami bahwa administrasi yang baik adalah kunci untuk menjaga pelayanan publik tetap berjalan.
Sebagai langkah darurat, SPBU tersebut memberikan voucher pengisian BBM non-subsidi untuk memastikan ambulans tetap dapat beroperasi sementara waktu. Di balik peraturan yang ketat, harapan tetap ada—bahwa setiap ambulans dapat kembali beroperasi tanpa halangan, demi menyelamatkan nyawa yang sangat bergantung pada kecepatan dan ketepatan layanan.
tag: berita