Jurnalis Jateng Turun ke Jalan, RUU Penyiaran Dinilai Mengancam Kebebasan Pers

images

Jateng

Tim Jateng Report

31 Mei 2024


SEMARANG (Jatengreport.com) - Puluhan jurnalis dan berbagai elemen masyarakat sipil di Jawa Tengah menyatakan penolakan keras terhadap Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran. Aksi ini berlangsung di depan Gedung DPRD Jawa Tengah, Jalan Pahlawan Semarang, pada Kamis (30/5) sore.

Para demonstran yang terdiri dari jurnalis dan masyarakat sipil berkumpul sejak siang hari. Mereka membawa berbagai spanduk dan poster yang menyuarakan penolakan terhadap RUU Penyiaran yang dinilai akan membatasi kebebasan pers dan membungkam suara kritis di masyarakat.

RUU Penyiaran yang kini dibahas di DPR RI itu dinilai dapat membungkam kebebasan pers. Jika RUU tersebut disahkan, massa khawatir masa masa depan jurnalisme di Indonesia bakal terseret menuju era yang kelam.

Salah satu elemen dalam amandemen UU ini yaitu Standar Isi Siaran (SIS) yang berisi pembatasan, larangan, dan kewajiban penyelenggara penyiaran dan kewenangan KPI yang tumpang tindih dengan Dewan Pers. RUU ini juga dapat membatasi aktivitas pers dan kebebasan berekspresi secara umum.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJU) Kota Semarang, Aris Mulyawan memberikan catatan penting terkait RUU Penyiaran. Pertama, pelarangan siaran pers eksklusif ialah wujud keengganan pemerintah dalam memperbaiki penyelenggaraan negara.

“Alih-alih hanya menggunakan produk jurnalisme investigatif sebagai alat pengecekan dan penyeimbang kelangsungan kehidupan bernegara, pemerintah memilih menutup saluran informasi tersebut,” katanya.

Kedua, pelarangan konten penyiaran dan konten yang menggambarkan perilaku LGBT ialah bentuk diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ+, yang bisa mengurangi ruang berekspresi. Sehingga hal tersebut melanggengkan budaya non-inklusi dalam jurnalisme.

Ketiga, dia menilai, pasal-pasal represi terhadap demokrasi dikemas oleh pemerintah dengan dalih bentuk perlindungan dari penghinaan dan pencemaran nama baik, yang justru semakin dilegitimasi oleh RUU Penyiaran.

Keempat, menurut Aris, pemerintah juga berupaya mengurangi independensi Dewan Pers dan berjalannya UU Pers. Pasal 8A huruf q serta 42 ayat (1) dan (2) rancangan RUU Penyiaran menimbulkan tumpang tindih kewenangan KPI dan Dewan Pers.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan ini, pihaknya menyatakan sikap untuk menolak RUU Penyiaran. Ada enam poin dalam tuntutan yang dilayangkan oleh para jurnalis dan elemen masyarakat sipil.

Pertama, menolak pembahasan RUU Penyiaran karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik. Kedua, mendesak DPR menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, pemberantasan korupsi, dan penegakan hak asasi manusia;

“Ketiga, mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik, dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat,” kata Aris.

Keempat, Mmmbuka ruang-rang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil serta Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers;

“Kelima mendorong jurnalis untuk bekerja secara profesional dan menjalankan fungsinya sesuai kode etik, untuk memenuhi hak-hak publik atas informasi,” ungkap Aris.

Tuntutan keenam yaitu menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers agar tidak ada pengaturan yang tumpang tindih terkait kemerdekaan pers.

Elemen yang tergabung dalam gerakan ini antara lain AJI Semarang, PWI Jateng, IJTI Jateng,  PFI Semarang, LBH Semarang, Aksi Kamisan Semarang, Walhi Jateng, LRCKJHAM, Perempuan Jurnalis Jawa Tengah, Teater Gema, LBH Apik Semarang, Maring Institute, dan sejumlah pers mahasiswa di Semarang.

tag: RUU Penyiaran



BERITA TERKAIT