Forkom IJK Jateng Konsolidasikan Langkah, Menjaga Stabilitas dan Menguatkan Ketahanan Siber Jelang 2026

images

Jateng

Bintang

15 Okt 2025


SEMARANG (Jatengreport.com) - Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Tengah sekaligus Pembina Forkom IJK Provinsi Jawa Tengah, Hidayat Prabowo, bersama Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Fithriadi Muslim, menjadi Keynote Speaker dalam Focus Group Discussion (FGD) Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan (IJK) Provinsi Jawa Tengah. Keduanya menegaskan urgensi kolaborasi dan peningkatan ketahanan siber IJK dalam menghadapi ancaman kejahatan digital menjelang 2026.

FGD strategis ini digelar di Bimasena Hall Lantai 7 Gedung Bank Jateng Kantor Pusat Semarang pada Selasa, (14/10/2025), dan didukung sepenuhnya oleh Bank Jateng. Acara ini menjadi wadah vital bagi regulator, otoritas nasional, serta seluruh pelaku industri jasa keuangan di Jawa Tengah untuk membahas dua topik krusial: Outlook Industri Jasa Keuangan 2026 dan Isu Keamanan Digital Perbankan.

Dihadiri oleh 100 peserta, termasuk perwakilan dari OJK, PPATK, serta pimpinan IJK. FGD ini berjalan hangat dan lancar di bawah moderasi Ketua Perbarindo Provinsi Jawa Tengah, Dadi Sumarsana. Penempatan lokasi di Bank Jateng menegaskan kepercayaan komunitas IJK terhadap Bank Jateng sebagai financial hub yang vital di Jawa Tengah.

Terkait isu keamanan siber, Hidayat Prabowo menyerukan agar menghadapi ancaman kejahatan digital harus dijadikan sebagai gerakan bersama dan kolaborasi semua pihak.

"Kami mendorong pelaku industri keuangan untuk mengantisipasi secara masif kejahatan digital perbankan demi perlindungan nasabah. Jika terjadi dampak kejahatan siber, masyarakat juga harus segera melapor pada IASC (Indonesia Anti Scam Center) melalui WhatsApp 081 157 157 157," tegas Hidayat.

Dalam sambutannya, Hidayat Prabowo tidak hanya membahas tantangan siber, tetapi juga menyoroti kondisi fundamental regional. Ia menggarisbawahi pertumbuhan ekonomi regional Jawa Tengah di Kuartal II 2025 yang mencapai 5,28%. Meskipun demikian ia mengingatkan perlunya terus menjaga kinerja fungsi intermediasi skaligus menjaga kualitas perkreditan.

Sementara itu, Keynote Speaker dari PPATK, Fithriadi Muslim, menyoroti bahwa Digital Finance adalah keniscayaan (inevitable) yang didukung oleh meningkatnya pengguna internet dan ekonomi digital Indonesia, namun disertai risiko kerentanan yang tinggi.

"Dari hasil analisis kami, peretasan pada sektor perbankan saat ini dilakukan secara terstruktur. Pelaku memanfaatkan kelemahan security bank, mengimitasi script server, hingga memanfaatkan akhir pekan saat rekonsiliasi data bank dan BI-Fast tidak dilakukan," jelas Fithriadi.

Fithriadi menambahkan bahwa temuan PPATK menunjukkan adanya indikasi money laundering (pencucian uang) dari dana hasil peretasan yang dipindahkan dengan cepat, bahkan dalam hitungan jam, ke berbagai bank dan diubah bentuk menjadi Aset Kripto.

"Oleh karena itu, kami meminta Bank Umum dan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk meningkatkan pengamanan sistem dan memantau secara ketat, khususnya pada hari libur, serta melakukan penundaan transaksi di atas Rp50 juta dengan frekuensi lebih dari 10 kali per hari, sesuai Undang-Undang TPPU," tutup Fithriadi.

Ony Suharsono, Ketua Forkom IJK Provinsi Jawa Tengah sekaligus Direktur Bisnis Kelembagaan dan Unit Usaha Syariah Bank Jateng, turut memberikan apresiasi atas terselenggaranya acara ini.

"FGD ini merupakan momentum penting bagi seluruh IJK di Jawa Tengah untuk menguatkan sinergi dan menyelaraskan langkah strategis menghadapi tantangan global dan digitalisasi yang semakin kompleks," kata Ony Suharsono.

Sementara itu, Hendriyono Rachman, Kepala Divisi Surveilance Industri Jasa Keuangan OJK, mengingatkan bahwa "Stabilitas sektor keuangan kita tetap terjaga, namun kita harus terus meningkatkan efisiensi untuk menggerakkan growth engine Indonesia."

Dari perspektif pelaku industri, I Gusti Nyoman Dharma Putra, RCEO BNI Kanwil 05 Semarang, menekankan bahwa evolusi sistem pembayaran digital harus diikuti dengan mitigasi risiko yang melekat.

"Kami mengamati bahwa meskipun terjadi pergeseran masif dari tunai ke digital payment seperti QRIS dan Mobile Banking, namun tantangan utamanya adalah Social Engineering yang mendominasi insiden fraud," ujar Dharma Putra.

Menurutnya, Social Engineering memanfaatkan kelemahan psikologis manusia seperti sikap serba instan, mudah panik, dan minim informasi, yang menjadi celah bagi pelaku kejahatan.

Di sisi risiko, Alexander Samuel, Kelompok Specialist Perbankan OJK, memaparkan temuan kritis. Ia menyebut total potensi kerugian serangan siber pada 2025 telah mencapai lebih dari Rp 796 miliar. Hal ini mendesak bank untuk segera menindaklanjuti kelemahan pada proses Ketahanan Siber (Identify, Protect, Detect, Respond & Recover) sesuai Peraturan OJK (POJK).

Menutup sesi, Direktur Utama Bank Jateng, Irianto Harko Saputro, menyampaikan, "Dukungan penuh Bank Jateng adalah wujud nyata komitmen kami untuk menciptakan ekosistem perbankan yang tidak hanya sehat, tetapi juga tangguh dalam menghadapi risiko siber, demi perlindungan nasabah dan percepatan ekonomi daerah."

tag: berita


BERITA TERKAIT